Monday, February 04, 2008

mengenang mantan presiden Soeharto

H.M. Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia, telah berpulang seminggu yang lalu. Semenjak beliau terbaring kritis di rumah sakit, pers selalu siap sedia mengikuti perkembangan kesehatannya, sampai akhirnya beliau berpulang dan dimakamkan. Berita beliau ada di mana2, dari media dalam negeri hingga media luar negeri, beliau adalah perhatian seluruh dunia. Dari hasil pengamatan saya, ketika beliau masih sakit2an, masih sedikit media luar negeri yg memberitakan, tetapi sampai ketika beliau meninggal, media seluruh dunia ramai memberitakan sebagai headlines, dan yang saya sedihkan, baik judul ataupun isi dari berita tersebut cenderung menjelek2an beliau. Padahal para reporter berita tersebut sendiri tak pernah mengalami ataupun mengerti pemerintahan beliau. Yah apa yg bisa dikata, wong rakyat Indonesia (terutama media di Indonesia) sendiri banyak yg menghujat beliau, jadi media luar hanya bisa menyalin, menyimpulkan sendiri dari berita yg mereka lihat.

Hati saya sedih banget waktu membaca artikel2 dan judul2 di berita2 semisal di TIME, yg sering saya baca, menuliskan "ex-presiden diktator Indonesia wafat", dll dsb. Kok orang yg sudah meninggal sedemikian dikenang. Saya mengakui saya masih kecil sewaktu kepemimpinan beliau, dan saya masih ngga paham tentang politik saat itu. Tapi yang saya rasakan selama beliau
memerintah adalah kesan damai, dalam arti keadaan ekonomi politik tenang, walaupun dari yg saya baca, ketenangan itu muncul karena "dipendam". Coba kita bandingkan sekarang, siapapun dimanapun asyik berkoar2 sana sini, asyik mendengungkan istilah reformasi, asyik menciptakan komisi penyelidik, halah halah...tapi sampai sekarang saya belum melihat sebuah hasil "reformasi" yang "optimal" sekalipun. Presiden sudah ganti 4 kali dalam kurun waktu ga sampai 10 tahun, dimana setiap Presiden menjabat hanya dalam jangka waktu yg pendek (Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY). Bagaimana mungkin program2 pembaharuan bisa dilaksanakan dengan baik bila pemimpin kita terus berganti-ganti, belum aja program dimulai, pemimpin diganti, program mesti reschedule dan replanning lagi.

Menurut saya rakyat kita masih kabur untuk mengalami reformasi, kita masih kekurangan calon pemimpin untuk reformasi, kita membutuhkan pembuat keputusan. Kalau saya boleh memilih, saya lebih ingin dipimpin kembali oleh seorang "Soeharto" yang diktator daripada oleh pemimpin yang mementingkan partai politiknya sendiri, mementingkan dukungan2 politiknya. Program2 ga akan berjalan dengan lancar bila seorang pemimpin terus digoyah oleh sejuta
komentar dari orang2 di sekitarnya, justru seharusnya pemimpin itulah yg mesti membuat keputusan dan segera memerintahkan anak buahnya untuk melaksanakan. Coba sekarang, semua orang ingin membuat keputusan, semua orang ingin berpendapat, tak ada yg mau berkompromi di atas meja, pendapat siapa donk yg harus didengar, dan yang pasti tidak ada yg mampu memimpin.

Tentang segala KKN yg telah dilakukan beliau, saya tidak tahu secara pasti, saya hanya membaca dari berita2, sedikit banyak saya kira ada lah beliau mengambil keuntungan untuk diri sendiri, but saya memikirkannya dari sisi positif. Untuk korupsi dan kolusi memang adalah perbuatan yang kurang tepat, tetapi nepotisme? I think it's very ok! Kalau memang beliau nepotisme terhadap orang yang tepat kenapa ngga? Kalau negara bisa mendapatkan yg
terbaik juga, why not? Karena pemimpin membutuhkan orang yg bisa dipercaya untuk mengemban tugas2 yg diperintahkan.

Yang paling saya ingat ketika masa pemerintahan beliau negara kita cukup dikenal sebagai negara agraris dengan hasil pertanian yg cukup baik. So I guess program untuk para petani berjalan dengan baik pada saat itu. Coba bandingkan dengan sekarang, negara kita harus mengimpor segala macam bahan pokok, rakyat dan para petani terjerat dengan harga2 yg naik. Hey, padahal bukannya alam kita kaya, pengolahannya sangat bermasalah. Yang paling
menyedihkan adalah bahkan bahan untuk membuat Tempe, makanan nasional kita, aja mesti sampai diimpor dari amrik.

Tentunya apa yg dialami negara kita sedikit banyak ada pengaruh dari perubahan yg terjadi di seluruh dunia juga. Sebenarnya bukan hanya negara kita yg mengalami "reformasi", banyak negara lain juga sama masih mengalami pergolakan di perpolitikan negara mereka, ada jg negara lain yg ingin menghapus kkn pemimpinnya, ada juga negara yg ingin menjalani sistem
demokrasi. Sewaktu kita mengalami krismon, negara lain juga sama. Semua fenomena ini menurut saya tak terlepas dari efek "globalisasi" dan "rapid information". Hanya saja negara kita masih belum juga keluar dari segala krisis ini, sedangkan negara lain sudah jauh menanjak sejak lama, kita kurang banget dalam penanganan segala masalah!

Kembali ke berpulangnya beliau, menurut saya, media telah banyak menghasut rakyat untuk membenci beliau, menghasut semua org utk ikut berkokok. Bagi saya beliau tetap seorang ex-Presiden yg harus dikenang segala jasa2nya bagi negara. Saya menyukai kejawen beliau, falsafah2 jawa beliau, bahasa tempo doeloe beliau sewaktu pidato. Bagaimanapun kita bisa sampai pada hari ini juga karena bimbingan beliau selama ini, dari yg saya baca jg, beliau secara
jelas menegaskan untuk tidak berhubungan dgn RRC karena tidak ingin negara kita menganut paham komunis yang terasa banget di zaman Soekarno, beliau ingin menanamkan demokrasi di negara kita, mungkin akhirnya menjadi dictatorship beliau, ga tau deh, at least it is a step to democracy.

Anyways, saya tahu politik itu rumit (dan saya ga paham permainan dalamnya), jadi pemimpin itu emang ga mudah, so it's a process, semoga aja bisa muncul seseorang who would stand up and says he will do the best for the country.
--------------------------------------------------------------------------

Bagi keturunan Chinese zaman dulu sepertinya lumayan banyak image buruk tentang Soeharto karena menentang nama2 Chinese, Chinese school atau apa aja deh yg Chinese.. Yap I think it's a kind of severe discrimination towards us. Saya kurang bisa tolerate untuk masalah yg satu ini, saya jg pernah dengar cerita mama saya kalau dulu belajar bhs chinese itu mesti sembunyi2 dan buku2 disimpan di kotak kaleng. Well, but sekali lagi saya tidak merasa mengalami such a thing di zaman gw, jadi gw sendiri tidak bisa 100% menyalahkan. Saya bahkan merasa negara tetangga kita, malaysia, jauh lebih mendiskriminasi kaum chinese, walaupun chinese education is allowed there. Di satu sisi saya bersyukur, saya lebih bisa berbaur dalam Indonesia. Dalam hal ini saya bandingkan dengan teman2 malaysia saya di taiwan yg saya rasa mereka "chinese
banget" being a malaysian. I don't only go to school with chinese, but also indonesian, and I speak indonesian and also know the other dialects. Yah apa mau dikata saya pribadi emang lebih memilih indonesian ketimbang chinese, TANPA melupakan kechinesan gw dan tradisi2 chinese, saya hanya ingin hidup supaya kedua unsur budaya diri gw berbaur, i love them both. Kembali lagi opini setiap orang bisa aja berbeda, jadi ini hanya opini saya.

Kenyataannya seiring dengan Globalisasi, otomatis negara kita jg ikut membuka diri, sekarang segala edukasi chinese terbuka untuk umum. It's going on well. Pastinya semua ini ga terlepas juga sama perjuangan dari pendahulu2 generasi sekarang yg sudah bersusah payah memperjuangkan kesetaraan orang chinese di indonesia.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home